September 11, 2025
Vonis Tipikor.net
News

AKHIR AGUSTUS YANG MEMBARA DAN JALAN PANJANG PEMULIHAN KEPERCAYAAN RAKYAT.

Catatan Akhir Pekan Adi Warman.

Malam Sabtu, 30 Agustus 2025, menjadi penanda bahwa gelombang demonstrasi telah mencapai titik paling rawan. Di Jakarta, Bandung, Surabaya, Makassar, hingga kota-kota besar lain, aksi protes berujung ricuh.

Vonistipikor.net, JAKARTA- Gedung-gedung DPRD terbakar, fasilitas publik dirusak, bahkan korban jiwa berjatuhan. Malam berikutnya, aksi tidak mereda; massa tetap bertahan hingga larut malam. Indonesia seakan berada di ambang krisis yang lebih dalam.

Kantor DPRD Makassar terbakar saat demo ricuh
Dari Aspirasi Ekonomi ke Krisis Politik

Aksi ini awalnya dipicu oleh isu kesejahteraan: tuntutan kenaikan upah, penolakan outsourcing, pengesahan RUU perampasan aset, pemberantasan korupsi, hingga penolakan tunjangan besar bagi anggota DPR & pejabat publik. Namun arah gerakan berubah drastis setelah tragedi menimpa Affan Kurniawan (21), seorang pengemudi ojek online, yang tewas tertabrak kendaraan taktis Brimob saat demonstrasi di Jakarta.

Affan menjadi simbol. Ia melambangkan luka rakyat kecil yang kerap terpinggirkan. Kehilangannya menyulut gelombang emosi dan mengubah wajah protes: dari sekadar isu ekonomi, menjadi krisis legitimasi dan krisis kepercayaan terhadap aparat negara.

Presiden telah menyampaikan permintaan maaf secara terbuka dan memerintahkan Propam Polri untuk mengusut tuntas kasus ini. Langkah itu penting, namun tidak serta-merta meredakan keresahan. Publik menanti bukti nyata bahwa akuntabilitas ditegakkan, dan bahwa tragedi serupa tidak akan berulang.

Presiden Prabowo Subianto mengeluarkan pernyataan terkait peristiwa pengendara ojek bernama Affan Kurniawan yang tewas dilindas kendaraan taktis (rantis) Brimob, pada Kamis (28/8) malam kemarin.
Negara di Persimpangan

Situasi ini menunjukkan bahwa kita sedang menghadapi krisis kepercayaan. Bukan hanya pada institusi tertentu / Polri, tetapi pada keseluruhan tata kelola negara. Tuntutan rakyat meluas karena ada akumulasi kekecewaan: kebijakan ekonomi yang dirasa tidak adil, kesenjangan sosial yang semakin tajam, serta aparat yang dianggap lebih represif daripada melindungi.

Negara kini berada di persimpangan. Ada pilihan untuk menekan dengan pendekatan keamanan yang keras, namun risiko jangka panjangnya adalah luka yang semakin dalam. Atau, negara bisa memilih jalan dialogis, membuka ruang partisipasi rakyat, dan merespons aspirasi secara substantif.

Jalan Pemulihan

Ada tiga langkah mendesak yang perlu ditempuh agar kepercayaan publik dapat pulih.

Pertama, transparansi penuh dalam pengusutan kasus Affan. Propam Polri harus bekerja cepat, hasil pemeriksaan diumumkan terbuka, dan sanksi diberikan adil kepada pihak yang terbukti bersalah bukan hanya masalah penegakan kode etik Polri tapi juga setidak-tidaknya tindak pidana lalu lintas (karena kesengajaan atau kelalaian menyebabkan hilangnya nyawa manusia). Dengan demikian, rakyat melihat bahwa perintah Presiden benar-benar dijalankan.

Kedua, membuka forum dialog terbuka dengan kelompok strategis. Mahasiswa, serikat buruh, pengemudi ojek online, dan masyarakat sipil perlu dilibatkan. Aspirasi konkret tentang upah layak, perlindungan pekerja, serta penghentian diskriminasi sosial harus dibahas secara jujur dan solutif. Negara hadir bukan sekadar menjaga ketertiban, tetapi juga mendengarkan dan merealisasikannya.

Ketiga, evaluasi kepemimpinan dan reformasi institusional. Kapolri yang sudah cukup lama menjabat wajar dievaluasi, bukan semata soal individu, melainkan bagian dari regenerasi organisasi. Polri dan TNI harus selalu segar, profesional, dan humanis. Reformasi SOP pengendalian massa, pengawasan internal yang kuat, dan penegakan disiplin berbasis HAM menjadi agenda mendesak.

Refleksi

Gelombang unjuk rasa ini tidak boleh hanya dipandang sebagai ancaman keamanan. Ia adalah cermin dari suara rakyat yang mendambakan keadilan sosial. Malam Sabtu yang membara telah menunjukkan bahwa ketidakpuasan rakyat bisa menjelma api yang membakar, tetapi juga bisa menjadi energi perubahan bila negara mampu mengelolanya dengan bijak.

Indonesia tidak sedang runtuh, tetapi sedang diuji. Ujiannya adalah apakah kita mampu menjawab kemarahan rakyat dengan empati, akuntabilitas, dan keberanian melakukan koreksi. Jika itu dilakukan, bara di jalanan akan padam dengan sendirinya, dan kepercayaan publik bisa perlahan pulih.

Keadilan sosial bukan sekadar retorika. Ia adalah kebutuhan nyata rakyat Indonesia.-**

Penulis adalah Ahli Hukum – Pengamat Politik dan Keamanan – Ketua Umum Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi (GN-PK).

Related posts

Catatan Akhir Pekan – Adi Warman | Pidato Presiden: Janji di Podium, Ujian di Lapangan.

M N.

“Tidak Harus Terima Uang untuk Kena Korupsi: Pelajaran dari Kasus Impor Gula”

M N.

Bareskrim Berhasil Bongkar Kasus Oplosan LPG Bersubsidi di Jaktim dan Jakut

Tino vonistipikor

Leave a Comment